Ayo Gabung

“SARA” Tidak Layak Jual Pada Pilkada Jakarta

Saturday, 4 August 2012

Apa yang dikhawatirkan sebagian masyarakat di DKI Jakarta menjadi kenyataan. Sebulan menuju pemilihan Gubernur putaran kedua diwarnai dengan black campaign. Isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) menjadi muatan politik segelintir masyarakat yang merasa terancan dengan kemenangan Jokowi-Ahok. Namun dalan sebuah Negara demokrasi hal itu dirasa sebagai bagian terkecil dalam sistem poltik, yang pasti diserahkan kepada pihak yang berwajib dan tentunya kepada masyarakat empunya demokrasi.

Jikalau benar kemudian penyanyi dangdut Rhoma Irama ikut-ikutan dalam melakukan black campaign dengan memasukkan unsur SARA dalam ceramahnya, maka dengan ini Rhoma Irama tidak pantas dijadikan sebagai icon musik Indonesia. Jikalau kemudian terbukti, maka harus ditarik ketokohannya yang telah menghiasi layar lebar dan musik Indonesia periode 1970-an. Karena ternyata seorang yang dikagumi oleh jutaan masyarakat yang pluralis tidak memberikan contoh yang baik dalam berdemokrasi dan tidak mencerminkan masyarakat yang menghormati keberagaman yang menjadi kekuatan bangsa.

Ada hal yang menarik pada pemilihan Gubernur di DKI Jakarta tahun ini, selain kemenangan pasangan Jokowi-Ahok yang merupakan pasangan pelangi juga kaitan dengan kedewasaan masyarakat Jakarta yang sudah cerdas dan mampu melihat pemimpinnya yang terbaik. Berkaitan dengan itu maka banyak yang merasa dirugikan, sehingga kekhawatiran soal Ibu Kota akan dipimpin oleh Jokowi-Ahok menguat, apalagi keduanya bukan dari Jakarta melainkan dari Solo dan Bangka Belitung. Sehingga bagi sebagian masyarakat pemilih, Jakarta tidak pantas dipimpin oleh pemimpin impor dari daerah lain.

Oleh karena itu kesempatan ini digunakan oleh pelaku-pelaku yang berkepentingan untuk Jakarta sebagai moment untuk menentang dan mengajak masyarakat untuk tetap memilih incumbent. Di lain pihak serangan terhadap Jokowi-Ahok semakin gencar, dengan isu SARA yang justru akan semakin menambah derita incumbent, kerana ternyata masyarakat Jakarta sekarang sudah terlalu tidak suka terhadap Fouzi Bowo. Jadi walau bagaimanapun tidak akan ada isu yang akan mampu menggeser figur Jokowi-Ahok untuk mamimpin ibu kota.

Kedua adalah akibat kedekatan Jokowi-Ahok dengan masyarakat, hal ini tentu kelihatan dari bagaimana masyarakat yakin atas apa yang dilakukan oleh Jokowi di Solo. Juga kaitan dengan keberhasilan dan program yang ditawarkan, bahwa sekarang masyarakat Ibu Kota sudah lebih cerdas adalah benar adanya. Oleh karenanya diharapkan dari masyarakat adalah menampik setiap isu suku, agama dan ras yang berkembang karena hanya akan menambah bahaya akan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sementara di lain sisi, ada pihak yang sengaja memainkan isu ini hanya untuk kepentingan pribadi dan politik semata. Tidak menghiraukan kepentingan masyarakat dan tentunya tidak memikirkan dampaknya. Sehingga masyarakat ditantang untuk lebih dewasa dan menjadikan pilkada Ibu Kota sebagai cerminan akan pilkada lain khususnya Sumatera Utara untuk tahun 2013.

Menggunakan Segala Cara

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mendapatkan 8 temuan bernuansa Suku, Ras, Agama, dan antar golongan (SARA) yang disebarkan lewat pesan singkat/SMS, terkait Pilkada DKI Jakarta putaran dua.“Kami menemukan delapan BBM dan SMS yang bernuansa SARA,” kata Manajer Pemantauan JPPR, Masykurudin Hafidz, setelah menyerahkan temuannya tersebut pada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Jakarta. Menurutnya, temuan tersebut didapatkan oleh JPPR saat melakukan pemantauan dari tanggal 22-25 Juli 2012.

Masykurudin menjelaskan bahwa isu SARA temuannya kebanyakan terkait dengan penggunaan istilah keagamaan yang dimanfaatkan untuk tujuan politis.“Isu ini bisa datang dari lawan politik atau pun dari pihak sendiri, tujuannya untuk menaikkan suara,” kata Masykurudin.Selain itu, JPPR juga menemukan satu selebaran dan spanduk yang diduga terkait SARA. Masykurudin berharap, temuannya tersebut bisa ditindaklanjuti oleh Panwaslu.

Terutama menurutnya, panwaslu harus melakukan pencegahan agar isu-isu SARA itu tidak berlanjut menjadi konflik antarkelompok. Masykurudin menyarankan agar Panwaslu bisa bekerjasama dengan ormas-ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlathul Ulama (NU) dalam pencegahan isu SARA tersebut.”Minimal ormas-ormas itu bisa memberi wejangan kepada para anggotanya,” kata Masykurudin

Laporan dari JPPR tersebut menunjukkan terjadi persoalan menggunakan unsure SARA sebagai salah satu penghambat calon (Jokowi-Ahok) untuk menjadi pemimpin Jakarta. Kepercayaan akan dampak yang bisa mempengaruhi suara masyarakat, dimanfaatkan oleh sebagaian masyarakat Jakarta khususnya para pendukung Fauzi Bowo baik. Bahkan gerakan tersebut sudah memasuki ruang yang seharusnya lebih menekankan kebijaksanaan dan kepercayaan yakni ke Masjid dan tempat ibadah lainnya.

Sungguh sangat kasihan masyarakat yang kemudian terjebak dengan isu yang sangat tidak dewasa tersebut. Tidak ada nuansa positif dari politik busuk tersebut, yang ada hanya membuat perseteruan bisa saja terjadi. Bayangkan bagaiamana kemudian jikalau isu ini kemudian dianggap sebagai bahaya laten oleh sebagaian masyarakat maka tentu akan terjadi saling tidak percaya, apalagi yang memberitakan itu adalah tokoh agama yang memiliki pengaruh. Sungguh ironi dan sangat kasihan masyarakat yang menjadi target, diharapkan semua pihak khusus KPUD dan Panwaslu untuk menekan gerakan tersebut dan memberikan sanksi tegas terhadap semua pelaku.


Oleh: Supriadi Purba
Repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)


 

Ayo Gabung