JPPR, JAKARTA - Ketentuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta yang mengatur pendaftaran pemilih tambahan dinilai memberatkan. Sebab pemilih harus mendatangi Panitia Pemilihan Suara (PPS) serta meminta surat keterangan dari RT dan RW.
Menurut manager pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, hal ini bahkan bisa membuat partisipasi pemilih cenderung minim.
"Pemilih harus datang ke PPS di kantor kelurahan dengan membawa fotokopi KTP dan atau Kartu Keluarga serta mendapatkan surat pengantar atau keterangan dari ketua RT/RW setempat menurut saya sangat memberatkan," ujarnya kepada wartawan, Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Selain itu, lanjut dia, rentang waktu untuk pencatatan DPT tambahan ini sangat sempit yakni hanya lima hari dari tanggal 25 sampai 29 Juli. "Dengan ketentuan itu, hasil pendataan di tambahan ini akan kurang berhasil," terangnya.
Masykurudin pun menyarankan agar PPS dan petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) aktif melakukan pendataan terhadap pemilih yang belum terdaftar pada pemungutan suara 11 Juli lalu.
"Dari pengalaman mereka dari pemungutan pertama mereka sebenarnya tahu siapa yang tidak terdaftar, dan saat hari H siapa saja yang tidak terdaftar dan komplain ke TPS. Pengalaman itulah yang menjadi dasar para petugas dan PPS untuk memanggil kembali dan mendaftar para warga yang tak terdaftar terbut," jelasnya.
Sebab, kata dia, dalam hal pendataan dan pendaftaran pemilih merupakan hak warga dan bukan kewajiban warga.
Dia mencontohkan dari temuan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dimana sebanyak 950 pemilih tak terdaftar, menurut Masykurudin, mestinya tidak ditolak oleh KPUD namun didistribusikan ke PPS untuk mendatangi pemilih yang tak terdaftar itu.
"Mestinya temuan panwas yang 950 juga ditindaklanjutilah. Itu bukan angka yang sedikit. Memang menjadi fenomena perkotaan angka partisipasi itu rendah, tetapi mesti tetap harus ada angka ketentuannya," sambungnya.
Dia menambahkan angka golput pada putaran pertama diatas 25 persen yang mengalahkan angka perolehan pemenang. "Angka golput itu lebih besar dari perolehan suara terbanyak merupakan persoalan legitimasi," ungkapnya.
Dia berharap KPU Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan sosialisasi yang lebih mendalam bagi kalangan menagah. Kata dia, dari kalangan menengah ini mayoritas tidak menggunakan hak suaranya (Golput).
"Partisipasi memang harus lebih dalam, tidak sekedar sosialisasi informasi dari KPUD, tetapi juga perkara visi, misi dan program. Dan ini yang minim dari KPUD," tutupnya.
(ded)
Sumber: Oke Zone, 27 Juli 2012
Repost: Jaringan pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)