JPPR, Jakarta--Black campaign dan money politics marak terjadi di putaran pertama pilgub DKI Jakarta. Praktik-praktik ini bermunculan di tengah masyarakat, terutama masyakarat kelas menengah bawah.
"JPPR menurunkan 1.058 relawannya dan menemukan banyak kasus kampanye hitam di masyarakat meski persentasenya masih di bawah masalah DPT," kata Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR), Yus Fitriadi.
Hal itu disampaikan dia dalam diskusi bertema 'Evaluasi Panwaslu Terhadap Pilkada Putaran Pertama' di kantor Panwaslu, Jl Suryo Pranoto, Jakarta Pusat, Rabu (25/7/2012).
Yus mengatakan ada beberapa bentuk black campaign yang terjadi saat pilgub putaran pertama. Biasanya cara yang digunakan adalah dengan mendiskreditkan pasangan lain dengan isu SARA.
"Biasanya isu SARA yang digunakan," sambung dia.
Sementara itu, Ketua Perludem, Titi Anggraeni, mengatakan politik uang juga marak di pilgub putaran pertama. Kalangan yang terpengaruh money politics biasanya terjadi di daerah yang banyak terdapat masyarakat kalangan menengah ke bawah.
"Target utama politik uang adalah pemukiman padat dan mereka yang termasuk kelas ekonomi menengah ke bawah," ucap Titi.
Titi mengutip survei yang dilakukan Pendiribangsa.com di mana hasilnya lebih dari 50 persen responden menyatakan menerima pemberian berupa uang, barang, maupun suvenir. Selain itu, lembaga riset lain pada 11 Juni 2012 mengumumkan bahwa lebih dari 41 persen responden terlibat politik uang.
(nal/nvt)
Sumber: Detik, 25 Juli 2012
Repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)