JPPR, JAKARTA – Pemilukada Jakarta baru saja usai. Dari hasil hitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga survei, pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menempati urutan pertama perolehan suara. Kemudian diikuti pasangan Fauzi Bowo- Nachrowi Ramli. Karena tidak ada pasangan yang mampu meraih suara mayoritas, makapemilukada putaran kedua siap digelar, rencananya diselenggarakan September mendatang.
Mengingat Jakarta sering disebut sebagai barometer Indonesia, adakah pelajaran apa yang bisa dipetik Pemilukada putaran pertama tempo hari? Pertanyaan ini menjadi tema perbincangan program Pilar Demokrasi, yang diselenggarakan KBR68H. Diskusi kali ini mengundang tiga narasumber, masing-masing Yusfitriadi (Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, JPPR), Aminullah (Ketua Pokja Pendataan Pemilih KPU Jakarta, anggota KPU Jakarta) dan Muhammad Jufri (Anggota Panwaslu Jakarta).
Menurut M Jufri, cukup banyak pengaduan dari masyarakat, soal tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Solusinya, bagi masyarakat yang tidak terdaftar pada DPT putaran pertama, diakomodasi nanti pada putaran ke dua, bisa menggunakan hak pilihnya.. Karena pada hari pemungutan suara, sepertinya KPU sosialisasi ke bawah tidak tersampaikan dengan surat edaran. Bagi masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT tapi terdaftar dalam DPS maka boleh menggunakan hak pilihnya dengan mengambil surat pengantar dari TPS. Nah itulah yang tidak dilakukan oleh KPPS.
Yusfitriadi menjelaskan, JPPR sempat mengadakan survey terkait dengan pengetahuan pemilih tentang Pemilukada, salah satu hasilnya 16,6 persen masyarakat DKI belum terdaftar. Sangat relevan dengan informasi memang banyak yang mengadukan tidak terdaftar. “Kalau tidak terdaftar ya protes dong supaya diperbaiki di DPT. Tapi yang kurang maksimal KPU menempel di tempat-tempat yang sulit terjangkau masyarakat,” jelas Yusfitriasdi.
Aminullah mengaku soal DPT dan DPS sudah dikonsultasikan dengan KPU Pusat, bahwa memanga telah ditemukan beberapa orang yang belum terdaftar. “Kami juga sampaikan hal-hal yang harus dilakukan menanggapi ini semua karena memang kami harus punya payung hukum,” tambah Aminullah.
Yusfitriadi memberi apresiasi terhadap kinerja KPU. Sembari memberi catatan, bahwa KPU perlu meningkatkan peformanya, terutama dalam konteks DPT. Menurut Yusfitriadi, bila DPT DKI saja tidak rapi, bisa dibayangkanbagaimana kacaunya data pemilih Pemilu 2014 nanti. “Pemutahiran data pemilih adalah isu sensitif, bisa menimbulkangejolak, kemudian muncul ketidakpercayaan terhadap lembaga penyelenggara,” jelas Yusfitriadi.
Jufri juga memberi catatan pada KPU, terkait proses pemutakhiran data. Karena pada saat pengumuman DPS, KPU meminta kepada masyarakat bagi yang tidak terdaftar, agar melapor kepada KPU. Cukup memberi informasi kepada KPU,bahwa ada masyarakat tidak terdaftar. “KPU terkesan hanya pasif di tempat, di kantor, mengharap masyarakat datang,sementara kondisi Jakarta berbeda dengan daerah. Warganya sangat sibuk, pergi pagi, pulang malam, sehingga sulit mencari waktu datang ke KPU” tegas Jufri.
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Sumber: Suara Kawan dot Com, 23 Juli 2012
Repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)