JPPR, JAKARTA - Sebagian kalangan menilai dihentikannya penyelidikan atas ceramah Rhoma Irama yang diduga berbau SARA (Suku Agama Ras dan Antargolongan) menjadi preseden buruk bagi kinerja lembaga pengawasan Pemilu.
Panwaslu DKI menilai ceramah Rhoma Irama tidak memenuhi unsur kumulatif pelanggaran kampanye yaitu unsur dilakukan oleh tim pasangan calon, penyampaian visi dan misi, mengajak untuk memilih pasangan tertentu dan menggunakan atribut kampanye.
"Lembaga pengawas kurang berani menyelesaikan secara tuntas kasus ini apalagi meneruskannya ke pihak yang berwenang. Panwas tidak melihat sisi efek positif yang bernilai pencegahan apabila mampu menghasilkan keterangan dan klarifikasi yang tuntas lalu meneruskannya ke Sentra Gakumdu (penegakan hukum terpadu) dan Kepolisian," ujar Masykurudin Hafidz, manajer pemantauan JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat), kepada Tribunnews.com, Senin (13/8/2012).
JPPR menilai, dengan dihentikannya kasus ini, kita tidak bisa berharap banyak kasus serupa tidak akan terulang lagi.
"Jangan harap penggunaan isu SARA akan surut, justru akan terus digunakan sebagai alat kampanye dengan cara yang tidak mendidik," pungkasnya.
Panwaslu membuang kesempatan untuk melakukan aspek pencegahan, padahal itu efeknya sangat besar.
Sumber: Tribun News
Repost: Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)